Arjuna Putra Aldino |
ESN, Jakarta - Hingga 4 Februari 2021, tercatat jumlah
bencana alam sebanyak 307 kejadian. Bencana alam yang mendominasi adalah banjir
sebanyak 192 kejadian dan tanah longsor 49 kejadian disusul gelombang pasang
dan abrasi 6 kejadian.
Data BNPB menyebutkan bencana alam tersebut
mengakibatkan sebanyak 1,7 juta orang menderita dan mengungsi. Selain itu
terdapat 12 ribu luka-luka, 196 meninggal dunia, dan 10 orang hilang. Bencana
tersebut pun merusak 46,3 ribu rumah, 1,2 ribu fasilitas, 200 kantor, dan 74
jembatan.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra
Aldino mengingatkan Pemerintah agar menyiapkan rencana kebijakan untuk
mengatasi krisis ekologis yang marak terjadi akhir-akhir ini. Laju deforestasi,
menurut Arjuna semakin meningkat yakni penurunan luas lahan tutupan pohon atau
deforestasi di Indonesia mencapai 26,8 juta hektar sepanjang 2001-2019.
"Laju deforestasi semakin meningkat. Maka
intensitas penyerapan air di daerah hulu semakin berkurang. Akibatnya air di
daerah aliran sungai atau bendungan meluap, tak bisa menampung debit air curah
hujan yang semakin tinggi. Ini bisa mengakibatkan banjir, rob dan
longsor", ujar Arjuna
Arjuna meminta pemerintah untuk serius menertibkan izin
pertambangan dan perkebunan, terutama sawit yang menyebabkan tingginya laju
deforestasi dan kerusakan lahan daerah resapan di kawasan hulu. Pasalnya,
berdasarkan data Minerba One Data Kementerian ESDM, pada 2020 terdapat 5.395
IUP yang sebagian besar dikeluarkan pemerintah provinsi. Berdasarkan jenis
komoditasnya, yang terbanyak adalah IUP mineral nonlogam dan batuan, sekitar
53%. Lalu, izin untuk tambang mineral logam 25% dan batu bara 22%.
"Banyak izin tambang yang dikeluarkan ugal-ugalan
tanpa memperhatikan lingkungan, kami minta pemerintah untuk menertibkan izin
usaha pertambangan yang berada di daerah resapan dan kawasan hulu. Jika bisa
dilakukan moratorium untuk menekan laju deforestasi", kata Arjuna
Begitu juga dengan izin usaha perkebunan. Data
Direktorat Jenderal Perkebunan menyebutkan jumlah izin usaha perkebunan yang
diterbitkan periode 2007–2015 sebanyak 768 perusahaan dengan luas sebesar 6,08 juta
hektar yang tersebar di 24 provinsi. IUP yang diberikan sekitar 95% untuk
komoditi kelapa sawit.
Menurut Arjuna, maraknya praktik perizinan yang
ugal-ugalan tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan tak lepas dari pengaruh
praktik ijon politik (jual-beli izin) yang marak dilakukan menjelang pemilihan
kepala daerah. Sehingga izin yang dikeluarkan bermotif political conflict of
interest untuk membiayai aktivitas kampanye dan pilkada yang berbiaya tinggi.
"Izin ugal-ugalan yang dikeluarkan oleh kepala
daerah tidak lepas dari praktik ijon politik saat pilkada, ditengah politik
berbiaya tinggi, izin dikeluarkan tanpa pertimbangan ekologis sama sekali. Dan
ini harus dievaluasi", tutup Arjuna. (*/)