Dewan Pimpinan Pusat GMNI Muhammad Ageng Dendy Setiawan |
ESN, Jakarta
- Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, berkomitmen untuk memberantas mafia
tanah di Indonesia. Komitmen tersebut
mendapat dukungan dari Sekretaris Jenderal (Sekjend) Dewan Pimpinan Pusat (DPP)
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Muhammad Ageng Dendy Setiawan.
Selain
didukung, kata Dendy, hal itu juga perlu dikawal. Ia menuturkan, GMNI siap
bergerak bersama untuk membela, dan membongkar mafia tanah di Indonesia.
“Kalau
memang komitmennya begitu, kita perlu mendukung. Karena persoalan tanah di
Indonesia dari dulu tidak pernah tuntas. Selalu aja ada masalah yang berkaitan
dengan agraria,” tuturnya melalui keterangan tertulisnya. Kamis(18/02/2021).
Ia pun
mendesak agar pihak yang berwenang, seperti Kepolisian dan Badan Pertanahan
Nasional (BPN), untuk memantau persoalan tanah dari hulu hingga ke hilir.
“Ya dimulai
dari kemudahan mengurus sertifikat tanah, dan kepemilikannya. Karena kalau di
daerah-daerah, banyak tanah yang belum bersertifikat," tuturnya.
"Sementara
masyarakat, banyak yang belum paham bagaimana cara mengurus sertifikat
kepemilikan. Sehingga, ini menjadi peluang bagi para mafia untuk main serobot,”
paparnya menambahkan.
Selain itu,
Dendy juga menyinggung persoalan agraria di tanah air, yang mana menurut dia,
hanya menyentuh bagian luar saja. Bukan tanpa alasan, baginya, pembahasan
tentang agraria hanya berkutat pada legalitas aset dan sertfiikasi, serta
nominal penggantian tanah.
“Bisa
dilihat, jika ada konflik agraria yang berkaitan antara masyarakat dengan
korporat, selesai dengan urusan ganti rugi saja. Sedangkan nilai-nilai tanah
sebagai sumber penghidupan, budaya, bisa ditukar dengan persoalan nominal saja.
Padahal kan tidak begitu,” kata Dendy.
Bahkan,
kata Dendy, ketimpangan penguasaan tanah antara masyarakat dengan koorporasi
tidak pernah dibahas. Ia berujar, rusak dan hilangnya tanah, hutan, sumber mata
air, hingga ruang lingkup dan budaya masyarakat, seakan selesai dengan
pemenuhan ganti rugi.
“Sedangkan
jika memang mau diukur dengan nominal saja, kerusakan yang ditimbulkan dari
korporasi, nilainya jauh lebih besar dari sejumlah nominal ganti rugi itu,”
ujarnya. (*/)