Editorial Sulut News
Thursday 5 March 2020, Thursday, March 05, 2020 WIB
Last Updated 2020-03-06T04:26:36Z
BitungOpini

Program Tali Kasih, Dimana "Kepekaan" Wakil Rakyat Bitung ???

Tenny Wior


Oleh : Tenny Wior
ESN, Opini - Gorengan politik program tali kasih BPJS, untuk para pekerja informal di kota Bitung yang digadang sebagai program Wouw dari seorang Walikota , selang dua minggu terakhir menjadi viral diperbincangkan para penggiat media social khususnya di kota Bitung.

Puja , puji, sindiran, dan berbagai tanggapan positif dan negative terus menggelinding, mengikuti temperatur politik yang kian memanas jelang hajatan Pilkada 2020.

Tak pelak aroma keiklasan para donator (pejabat dan ASN), telah diramu menjadi resep khusus untuk dinikmati para pemuja.

Tapi bukan nilai politik sebenarnya yang harus muncul dengan viralnya program tali kasih BPJS ini. Tapi nilai kemanusiaan yang dikarenakan masalah kesenjangan antara masyarakat yang mampu dan tidak mampu. (Kasarnya) orang yang mempunyai kemapuan keuangan mensubsidi orang miskin.

Ketika program tali kasih BPJS dijadikan komoditas politik, saya sebagai orang awam mempertanyaan dimana kepekaan para wakil rakyat, yang ada di gedung kerucut ???

Dimanakah Since of crisis para legislator, ketika melihat program itu begitu dirindukan, dibutuhkan, dibanggakan bahkan dianggap program ini sangat emergence yang harus ada di kota Bitung.

Meskipun sebenarnya program itu, sudah pernah dilakukan oleh jaman pemerintahan Walikota Milton Kansil dan wakil Walikota Cornelis Supit awal tahun 2000-an.

Waktu itu,ada sekitar 10 ribuan warga Bitung diikutkan dalam program polis asuransi kematian pada sebuah perusahan asuransi. Bedanya, besarnya polis asuransi ditata dalam APBD yang disetujui oleh DPRD.

Sekretaris kota Bitung kemarin menerima kedatangan Plt Walikota Pasuruan, mengemukakan sudah ada 2900 orang pekerja informal yang diikutkan dalam program tali kasih BPJS. Bahkan tahun ini diupayakan akan mencapai 5000 orang. Wooouw ini sebuah capaian fantastis ??? Kalau saya bilang, ini program biasa saja, dan terkesan tidak lebih dari sebuah pencitraan.

Program tali kasih ini kalau menurut saya adalah program iklas atau tidak iklas harus iklas. Sebab tidak ada satupun pejabat atau ASN yang tidak mengiklaskan tunjangannya disumbangkan pada program ini.

Karena dasarnya adalah perintah. Lantas berapa besar sih yang sebenarnya disumbangkan untuk meng-ikutkan satu orang peserta BPJS pekerja informal ?(BPJS menyebutkan peserta bukan penerima upah) Untuk Jaminan kecelakaan kerja iuran yang harus disetor per bulannya adalah 1 (satu) % dari penghasilan yang dilaporkan.

Semisal pendapatan yang dilaporkan sebesar Rp 2.000.000/bulan maka saat nilai iuran yang harus disetor per bulannya adalah Rp 20.000. Bahkan kalau hanya mengikuti program BPJS untuk Jaminan Kematian iuarannya adalah Rp 6.800/bulan.

Kembali mengapa saya mempertanyakan kepekaan para anggota DPRD Bitung ?

Lembaga legislative yang menjadi mitra eksekutif harusnya bisa menggunakan hak inisiatif nya, agar program ini pembiayaannya ditata dalam APBD . sehingga pe nerima polis BPJS untuk para pekerja informal akan lebih banyak, merata disemua wilayah Kelurahan, bukan hanya kelompok masyarakat tertentu dan diatur dalam sebuah Perda tentang siapa yang berhak menerima.

Kalo ada 10.000 peserta X Rp 20.000 = Rp 200.000.000/bulan, atau dalam setahun Rp 2.400.000.000.

Jumlah tersebut diatas, saya sangat yakin tidak lebih besar dari biaya makan minum dan atau biaya perjalanan dinas dari Walikota dan wakil Walikota Bitung untuk satu tahun berjalan.

Atau argument lainnya , Rp 2,4 M per tahun itu , sebenarnya bisa di pangkas dari budget tunjangan pejabat dan ASN yang saat ini, "terpaksa" mengiklaskan tunjangan mereka, untuk disumbangkan buat program tali kasih.

Program ini juga bisa dilakukan untuk para kepala lingkungan /RT bahkan para pekerja honorer daerah. Karena iuran Jaminan Kecelakaan Kerja per bulannya tidak lebih mahal dari lipstick atau harga rokok sebungkus. (*red)