Editorial Sulut News
Wednesday 22 September 2021, Wednesday, September 22, 2021 WIB
Last Updated 2021-09-22T12:49:07Z
HeadlineNasional

Dialog Kampus NLR Bersama KBR : Peran Kampus dalam Menangkal Hoax Kesehatan



ESN, Jakarta - Perkembangan informasi menjadi semakin cepat dalam era digital. Untuk mengimbangi hal tersebut, sudah selayaknya masyarakat pun memiliki tingkat literasi informasi yang semakin baik pula, salah satunya adalah literasi kesehatan.

Namun, tantangan besar di era ini adalah maraknya informasi hoax. Untuk itu, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mendorong literasi yang baik adalah dengan menyediakan informasi yang valid dan kridibel sebanyak-banyaknya. Informasi yang benar mengenai kesehatan akan mempengaruhi pengambilan keputusan seseorang dalam menghadapi/menangani penyakit yang dialami. Sebaliknya, ketika publik menerima informasi yang salah, dapat berdampak pada ketidaktepatan merespon suatu penyakit yang berakibat membahayakan kesehatan dan munculnya penilaian yang salah atau bahkan menimbulkan stigma.

Untuk itu, guna meningkatkan pengetahuan publik tentang kusta dan disabilitas secara spesifik dan informasi kesehatan secara umum, NLR Indonesia sebagai organisasi yang menaruh perhatian pada isu kusta dan disabilitas, turut mendukung pemerintah dalam upaya Indonesia Bebas Kusta. Salah satunya melalui kerja sama dengan stasiun Radio KBR untuk menyelengarakan Program Suara untuk Indonesia Bebas Kusta (SUKA).

Melalui berbagai seri talk show dan dialog kampus. NLR bersama Radio 68 H menggelar dialog kampus yang dilaksanakan secara virtual dengan mengangkat topik “Peran Kampus dalam Menangkal Hoax Kesehatan” yang bertujuan meningkatkan minat dan partisipasi dunia kampus dalam terhadap pengetahuan penyakit tropis terabaikan, khususnya kusta, Selasa (21/09/2021).

Hoax kesehatan yang sering beredar salah satunya adalah tentang penyakit kusta. Kusta masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia dengan penemuan kasus baru tahunan yang stagnan selama hampir 10 tahun terakhir. Bahkan Indonesia termasuk negara dengan peringkat ketiga terbesar di dunia. Kusta disebut sebagai penyakit kutukan, tidak bisa disembuhkan dan perlu dijauhkan. Padahal meskipun menular, penularan kusta tidaklah mudah. Kusta bisa disembuhkan, tetapi jika terlambat ditemukan atau tidak diobati, kusta dapat menyebabkan disabilitas. Orang dengan kusta dan penyandang disabilitas akibat kusta seringkali mendapatkan stigma dan perlakuan diskriminatif dari masyarakat karena mendapat informasi yang tidak benar tentang hal tersebut. Kondisi ini membuat banyak orang dengan gejala kusta enggan memeriksakan dirinya, dan pada akhirnya menghambat penanggulangan kusta.

dr Christina Widaningrum, MKes selaku Technical Advisor Program Leprosy Control, NLR Indonesia mengungkapkan “Dari data Kemenkes pada 2021 terdapat 27 Provinsi yang sudah mencapai Eleminasi yang berarti angka prevalensi sudah kurang dari 1/10.000 penduduk dan tidak menjadi Masalah kesehatan lagi, namun terdapat 7 provinsi terutama dari Indonesia Timur seperti Sulawesi Utara, Sulawesi barat, Gorontalo, Maluku, Maluku Barat dan Papua Barat. Dari 500Kab/Kota Ada 109 di indonesia yang tersebar 26 provinsi yang belum eleminasi dan menjadi kantong kusta. Diman jumlah kasus baru diindonesia sekitar 4.183 orang, dan kasus terdaftar sebanyak 17.869 orang.

Data diatas jika ditarik Prevalensinya sebesar 0,86/10.000 penduduk yang berarti Indonesia termasuk dalam Eleminasi. Namun Angka Efek cacat dari Kusta di tingkat II itu terdapat di 1.69/1.000.000 Ditemukan tanpa cacat 81.6% Penyakit kusta ini Penemuannya terlambat, dan proporsi kasus anak 18.4%.

Penyakit Kusta ini dinilai sedikit aneh karna tidak ada gejal;a perih atau gatal dari kusta yang mereka miliki. Pengetahuan masyarakat masih kurang dan masih terpengaruh Berita hoax. Jadi biasanya masyarakat hanya mengira Bintik putih di badan mereka hanyalah penyakit biasa dan jika sudah berubah menjadi kemerahan baru mereka akan ke dokter namun itu terkadang sudah terlambat.

“Contoh Hoax yang sering ditemukan adalah tentang Mitos terkait Penyakit kusta itu sendiri yang terkadang dinilai sebagai kutukan, turunan, karna guna-guna atau dosa, dampaknya hoax ini secara langsung adalah seperti tidak langsung mendapatkan pengobatan tapi malah dikucilkan dan di diskriminasi. Dan semoga dari webminar ini dapat menghapus Hoax yang ada,” papar Widaningrum.

NLR Indonesia juga terus memberikan edukasi kepada masyarakat, salah satunya dari Program SUKA ini untuk terus diingatkan dengan informasi tentang fakta dan mitos kusta, Video atau rekaman cara Penanganannya, dan informasi lain-lain Serta salah satunya NLR mengadakan Webminar ini juga demi memperluas Jaringan informasi tentang penyakit kusta ini.

NLR Indonesia juga melakukan kegiatan seperti Capacity Building untuk pelatihan dan On the job Training kepada petugas Kusta dan Bimbingan teknis berjenjang dari Pusat, Provinsi sampai ke Puskesmas. Capacity Building juga diberikan oleh Penyintas kusta dengan cara peer conseling dan Pelatihan kewirausahaan. Pemberian Pengobatan bagi orang yang kontak dengan pengidap Kusta di tiap daerah.

Kita juga memberikan juga pelatihan kepada petugas di daerah terpencil agar masyarakat tidak jauh-jauh ke kota untuk konsultasi. Kemudian ada Program desa sahabat kusta untuk mengedukasi masyarakat yang masih percara akan mitos-mitos Kusta dan masih banyak program lain-lain

dr. Tutty Ariani, Sp.DV, yang merupakan Staf pengajar & Kepala Divisi Dermatologi Infeksi Bagian IK. Kulit dan Kelamin FK. Unandmenyebut,dalam menyampaikan Informasi atau edukasi kesehaatan ini harus valid sumbernya. Memberikan informasi atau gagasan itu juga harus dibuat sebenar-benarnya.Akademisi harus mengolah pesan secara langsung maupun tidak langsung yang harus masuk kedalam sanubari masyarakat. Diharapkan dari Penyampaian informasi ini dapat membantu danmengubah sikap dari masyarakat. Karena masyarakat sudah mudah untuk mengakses informasi di era digital seperti saat ini, maka dari itu kita harus menyaring informasi yang benar atau tidak dan hal tabu yang tidak boleh dilakukan itu sebelum menyebarkan informasi harus di perhatikan bukti dan datanya sebelum disampaikan. Dan diharapkan akan menjadikan hal yang lebih baik dari masyarakat, tidak setengah-setengah dalam membuat konten yang akan berdampak kepada keilmuan, perubahan nilai yang baik jadi tujuannya dapat dipertanggung jawabkan.

“Kita bisa bekerjasama dengan pemerintah atau pemangku daerah atau pendekatan pada Dinas Kesehatan dan pendekatan langsung pada masyarakat untuk memberikan informasi lewat pengabdian mahasiswa agar langsung menginformasikan bahaya kusta kepada masyarakat dan juga dapat melalui tokoh-tokoh masyarakat untuk bersama-sama membantu kegiatan edukasi dalam program Kusta ini. Di Padang Sumatra Barat, kami rutin melakukan penyuluhan dan pengabdian pada Prodi Kulit dan kelamin, dan despon dari masyarakat antusiasnya cukup banyak,” Terang Arliani.

Sementara Malika,  Manager Program & Podcast KBR mengungkapkan “Kalau tentang cara yang efektif untuk membuat isu kusta ini menarik adalah bagaimana caranya mengelaborasi bentuk informasi ini agar menarik bagi pendengar, misalanya seperti KBR bisa berbentuk Podcast untuk membuat informasi jadi lebih mudah di dengarkan dan bisa di akses dimana saja. Karena podcast ini sedang hype dan pendengarnya terus tumbuh dan potensi ini makin baik serta pendengar podcast juga kebanyakan anak muda.Podcast adalah salah satu ikon yang  bisa menjadi lahan untuk pesertamencari jawaban atau dapat juga menyampaikan pertanyaan.

“Isu-isu dari kelompok marjinal ini yang kita inginkan adalah tentang bagaimana informasi ini dapat diterima secara umum dan dapat dijadikan representasi untuk kebijakan publik yang lebih baik. Harapannya Goals dari KBR ini adalah berupa pemahaman bahwa tidak seorang pun bisa menerima diskriminasi,” tutur Malika.

Sebagai informasi tambahan, Program SUKA #SuaraUntukIndonesiaBebasKusta ini juga kembali menyelenggarakan lomba media sosial untuk kategori lomba reels instagram dan lomba foto cerita dengan total hadiah 5 juta rupiah! Silakan cek instagram@nlrindonesia dan @kbr.id untuk info lengkapnya. (**)