Kepala KKP Bitung dr.Pingkan Pijoh |
ESN, Bitung - Menindaklanjuti surat edaran Kementerian
Kesehatan RI, NOMOR: 5R.O3.04/11/2320/2019 tentang Kewaspadaan dan Respon
terhadap KLP Polio VDPV Tipe 2, maka Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Bitung
meningkatkan pengawasan dan pencegahan di pintu masuk Pelabuhan Bitung. Hal ini
dikatakan Kepala KKP Bitung, dr. Pingkan Pijoh, MPHM, Senin (23/09/2019).
Menurut Pijoh, surat edaran yang ditandatangani Dirjen, dr.
Anung Sugihantono, M.Kes, menindaklanjut adanya Press Release 19 September 2019
yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Filipina terkait telah terjadinya
kejadian VDPV tipe 2 di Filipina.
"Surat edaran itu ditujukan kepada, seluruh Kepala
Dinas Kesehatan se Indonesia, Kepala KKP se Indonesia, serta Balai Besar Teknik
Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit. Dimana dalam surat itu
diinstruksikan, untuk mencegah transmisi dan meminimalkan risiko sirkulasi
virus polio di Indonesia," ungkap Pijoh.
Lebih jauh dijelaskan, untuk seluruh KKP, dimintakan untuk
meningkatkan pengawasan dan kesiapsiagaan terhadap penyakit polio di seluruh
pintu masuk seperti bandara, pelabuhan, dan pos lintas batas negara. "Ada
delapan point penting yang ditugaskan kepada seluruh KKP se Indonesia termasuk
KKP Bitung," kata Pijoh.
Adapun point penting yang wajib dilakukan Kantor Kesehatan
Pelabuhan Bitung yaitu,
1. Berkoordinasi dengan Imigrasi di wilayah kerja
masing-masing di setiap pelabuhan dan bandara untuk menyeleksi setiap orang
yang datang dari Filipina, apakah sudah divaksinasi polio dengan dibuktikan International
Certificate of Vaccination or Prophylaxis (ICV).
2. Meningkatkan pengawasan alat angkut, orang maupun barang
khususnya berasal dari daerah terjangkit (Filipina).
3. Melakukan skrining/ penapisan setiap kasus lumpuh layuh
akut yang ditermukan.
4. Memastikan pelaku perjalanan yang masuk dan keluar ke
Negara Filipina sudah mendapatkan imunisasi polio minimal 4 minggu terakhir
dengan menunjukkan international Certificate of Vaccination or Prophylaxis
(ICV). Bila belum mendapatkan vaksinasi polio, harus diberikan imunisasi IPV
atau mOPV2 dan diterbitkan ICV di tempat, bila menolak diberikan vaksinasi akan
dilakukan deportasi dan penundaan keberangkatan.
5. Melakukan tata laksana kasus dan rujukan sesuai prosedur
kekarantinaan kesehatan jika ditemukan pelaku perjalanan dengan gejala lumpuh
layuh akut berkoordinasi dengan dinas kesehatan setempat dan lintas sektor
terkait.
6. Meningkatkan koordinasi dengan stakeholder di pintu masuk
negara terhadap pengawasan penyakit polio.
7. Melaksanakan upaya komunikasi risiko terhadap pelaku
perjalanan dan masyarakat.
8. Menyiapkan logistik sarana dan prasarana yang diperlukan
sesuai standar. Khusus penyediaan vaksin agar berkoordinasi dengan Dinas
Kesehatan setempat.
"Jika dalam waktu 1x24 jam, ada ditemukan kasus lumpuh
layu akut, wajib untuk segera melaporkan Kepada Ditjen P2P, Kementerian
Kesehatan RI," tandas Pijoh.
(eko)