Editorial Sulut News
Tuesday 8 November 2022, Tuesday, November 08, 2022 WIB
Last Updated 2022-11-09T05:33:20Z
Kota Tomohon

Pinjaman Dana PEN 103 Miliar Pemkot Tomohon Berpotensi Masalah

Stevie Tanor


ESN, Tomohon - Menarik untuk dikaji sebuah kebijakan didalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional sebagai dampak dari pandemi convid 19.  Karenanya pemerintah menggelontorkan dana 695,2 Trilyun untuk mengatasi krisis pandemi convid ini. 

Dimana 27 trilyun dialokasikan untuk Pemerintah Daerah dan didalamnya ada 10 trilyun untuk Pinjaman Daerah. Dasar hukum pelaksanaan Pinjaman PEN daerah ini adalah PP Nomor 43 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas PP Nomor 23 Tahun 2020, yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.07/2020 tentang Perubahan atas PMK Nomor 105/PMK.07/2020 Tentang Pengelolaan Pinjaman PEN  Untuk Pemerintah Daerah.

Dalam sebuah dialog, bapak Dirjen Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan RI, Astera Primanto Bakti, mengatakan bahwa Pinjaman Dana PEN ini berbeda dengan Pinjaman Daerah yang lazim berjalan selama ini yang diatur dengan PP nomor 56 tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah. 

Perbedaan utamanya adalah dari segi proses. Kalau pinjaman umum sesuai PP 56 disesuaikan dengan tatacara pinjaman  daerah pada umumnya, misalnya dari segi due deligence, serta bersifat hanya untuk pembangunan infrastruktur yang menghasilkan flow income bagi daerah dan dijadikan sebagai jaminan atas pinjamannya; selanjutnya jangka waktu pinjaman juga sangat terbatas, tingkat bunga pinjaman juga didasarkan pada tingkat bunga dipasar.  

Termasuk proses pinjaman yang cukup membutuhkan waktu lama (biasanya 6 bulan) untuk di-"disburst".  Karena membutuhkan pendalaman berkenan dengan APBD calon debitur yang bersangkutan via Depdagri. Sementara Pinjaman Dana PEN diberikan relaksasi yang sangat cepat waktu prosesnya hingga implementasinya, tingkat suku bunganya/ biaya pengelolaanya, termasuk provisi yang harus dibayarkan.

DISTORSI KEBIJAKAN

Untuk Pinjaman Daerah yang diatur dalam PP 56, hal yang pokok diatur adalah, pertama: bahwa jumlah pinjaman tidak bisa melebihi 75% dari sisa pinjaman dan jumlah total penerimaaan umum dalam APBD tahun sebelumnya; Kedua: harus mendapatkan persetujuan DPRD; ketiga: jangka waktu pinjaman tidak bisa melebihi  sisa waktu masa jabatan Kepala Daerah. 

Sementara dalam Pinjaman Daerah Dana PEN hal-hal diatas (yg diatur dalam PP 56) kurang diperhitungkan. Misalnya tentang persetujuan DPRD, dalam PP 43 tahun 2020 (yang mengatur Pinjaman Dana PEN), cukup hanya dengan "memberitahukan" kepada DPRD tanpa harus mendapatkan Persetujuan DPRD (tanpa legitimasi politik). 

Misal yang kedua adalah Jangka Waktu pinjaman; dalam PP 43 Th 2020 (yg mengatur Pinjaman Dana PEN) tidak dipersoalkan masa jabatan Kepala Daerah.  Kota Tomohon misalnya mendapatkan Jangka Waktu pinjaman 8 tahun, yang baru akan memulai pengembalian pinjaman tahun 2023.

Artinya Walikota Tomohon saat ini hanya bertanggung jawab mengembalikan Pinjaman Dana PEN, untuk dua tahun sisa masa jabatannya.  Sementara 6 tahun sisa Pinjaman Dana PEN dibayarkan oleh Walikota selanjutnya (hasil pilkada 2024). Dengan demikian Walikota selanjutnya "cuci piring" usai pesta fee Pinjaman Dana PEN 103 milyar. 

Belum tentu juga DPRD Hasil Pemilu 2024 akan turut melegitimasi dan meng-iyakan pengembalian sisa (6 th) Pinjaman Dana PEN tersebut (mengingat tanpa persetujuan DPRD).

Hal menarik soal pertanggungjawaban pinjaman dana PEN ini adalah "harus disampaikannya laporan pertanggungjawaban kepada Dewan Kota Tomohon.  Padahal dalam penyampaian proposal pinjaman kepada DJPK (direktorat jendral perimbangan keuangan hanya "cukup dengan pemberitahuan" paling lama 5 hari kerja ke Dekot Tomohon. 

Ini distorsi kebijakan politik yang bisa melahirkan sikap "masa bodoh" dari Dewan Kota Tomohon mengenai Pinjaman dana PEN ini.

Bahwa benar pembayaran pinjaman dana PEN bersumber dari dana transfer pusat dan bukan dari ruang fiskal daerah. Tetapi ada beberapa hal yang kurang dipertimbangkan dalam kebijakan pinjaman dana PEN. Terutama mengenai asumsi APBN, maksudnya jika terjadi pelemahan ekonomi nasional akibat krisis ekonomi dunia (saat ini 68 negara antri menjadi pasien IMF). Termasuk negara-negara yang biasanya menjadi donatur utang luar negeri Indonesia seperti AS, Jepang, Jerman dll.  

Ketika beban APBN kita tertekan kuat dengan inflasi yang sulit dikendalikan, maka pasti berbagai subsidi negara (BBM, Energi, Kuota Haji dll) akan digerus, Dana Transfer ke daerah pun dimungkinkan untuk berkurang bahkan dieliminir hanya untuk program-progam dengan skala prioritas kuat yang diakomodir dalam anggaran. Saat ini sinyal kearah itu telah ada, kita lihat gerakan Pengendalian Inflasi yang dicanangkan Presiden Jokowi. Gerakan ajakan "ayo bertani, Mari Jo Ba Kobong" oleh seluruh daerah di Indonesia.

Pencanangan gerakan ini sinyal yang kuat bahwa asumsi APBN kita untuk tahun-tahun kedepannya akan sulit.  Bukankah tekanan APBN kita kedepan memungkinkan dana transfer pusat kedaerah akan berkurang secara drastis ? Mungkinkah Menteri keuangan akhirnya mengeluarkan PMK bahwa untuk pengembalian Pinjaman Dana PEN harus menggunakan ruang fiskal didaerah dengan cara ektensifikasi pajak daerah ? Jawabannya pasti "YA" sangat memungkinkan terjadi, karena hanya dengan cara itu defisit APBN kita terbantukan.

Ketika kondisi ini terjadi, disinilah perdebatan pengembalian dana PEN 103 Milyar ini dimulai.  Dewan Kota Tomohon hasil pemilu 2024 berbalas pantun dengan "cuci tangan" tidak mau tahu dengan pengembalian pinjaman ini karena merasa tidak pernah terlibat apalagi menyetujui pinjaman daerah ini. 

Mengabaikan PP 56 tahun 2018 yang mengatur Pinjaman Daerah dimana harus dengan persetujuan DPRD dan tidak dapat melebihi masa jabatan walikota adalah hal yang riskan kedepannya, bagi pengembalian pinjaman dana PEN 103 milyar di Kota Tomohon.

PEMANFAATAN PINJAMAN DANA PEN 103 MILYAR

Pinjaman dana PEN terdiri dari pinjaman program dan pinjaman kegiatan. Pinjaman program adalah pinjaman daerah yang penarikannya mensyaratkan dipenuhinya paket kebijakan yang disepakati antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (mis. Bantuan penguatan struktur permodalan dan pemasaran UMKM, bansos, penguatan pedagang kaki lima dst.). Sementara Pinjaman Kegiatan adalah pinjaman daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan sarana dan prasarana tertentu yang menjadi kewenangan daerah. 

Kedua jenis pinjaman dana PEN ini harus memenuhi beberapa persyaratan penting. Diantaranya HARUS memiliki program dan/atau kegiatan pemulihan ekonomi daerah YANG MENDUKUNG PROGRAM PEN. Dengan demikian kata kunci sukses dari kebijakan Pinjaman dana PEN ini adalah harus berpengaruh langsung pada kegiatan ekonomi masyarakat dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Bahwa kebijakan pemerintah pusat ini lewat pinjaman dana PEN adalah untuk membantu pemerintah daerah membiayai kegiatan dan program yang sudah direncanakan sebelumnya (tertata dalam RKPD) tetapi karena defisit anggaran daerah (keterbatasan anggaran), kegiatan dan program tersebut belum dilaksanakan. Dapat dipahami bahwa efek pandemi convid 19 berpengaruh langsung pada pendapatan daerah (APBD) yang cenderung menurun (lebih kurang 17%) secara merata disemua daerah. 

Karenanya pemerintah pusat memberikan ekstra suplemen untuk mengatasi defisit anggaran didaerah guna membiayai kegiatan dan program yang belum dilaksanakan (sesuai RKPD).

Menjadi menarik untuk ditelisik, karena syarat pinjaman Dana PEN adalah untuk membiayai kegiatan dan program yang belum terlaksana akibat defisit APBD. Artinya kegiatan dan program tersebut sudah direncanakan sebelumnya.  Untuk melihat sudah tidaknya direncanakan sebuah kegiatan dan program maka dapat dilihat dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sebelumnya. 

Disinilah peranan Dewan Kota Tomohon memberikan tanggapan atas kegiatan dan program yang dituangkan dalam proposal yang diajukan kepada pemerintah pusat dalam hal ini adalah Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan RI. Tetapi sayang dalam PP 43 Tahun 2020, DPRD hanya menerima pemberitahuan saja paling lambat 5 hari kerja.

Dengan demikian proposal kegiatan yang diajukan ke DJPK cq PT. SMI tanpa "due deligence" dari Dewan Kota. Artinya sudah tidaknya kegiatan dan program ditata dalam RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah) menjadi "diabaikan" (karena tanpa persetujuan Dewan Kota).

Itu sebabnya pemanfaatan dana pinjaman PEN 103 milyar di Kota Tomohon terkesan diarahkan untuk pembangunan sarana prasarana yang "tiba saat tiba akal". Kita perhatikan pembangunan pipa SPAM yg berbandrol 20an Milyar tanpa RISPAM (rencana induk sistim penyediaan air minum) yang hingga kini belum dapat dimanfaatkan.  

Artinya tidak mendukung program PEN dimana harus memberikan dampak terhadap pemulihan ekonomi. Apakah pemanfaatan pinjaman dana PEN untuk pipanisasi berlawanan dengan aturan, silahkan LSM penggiat antikorupsi dan APH untuk menindaklanjutinya.

Selanjutnya pembangunan lokasi wisata Tikungan Tambulinas, apakah sudah pernah direncanakan sebelumnya atau pernah ditata dalam RKPD sebelumnya, publik pasti tidak tahu.  Yang penting pemanfaatannya dan value yang dihasilkannya, apakah memberikan dampak terhadap program pemulihan ekonomi nasional (PEN) atau tidak.  

Orang yang berkunjung ke wisata Tikungan Tambulinas akan mendapatkan value apa ? Destinasi wisata apa yang akan dinikmati ditempat seperti itu ? Dan benefit apa yang diperoleh oleh Kota Tomohon ? Serta berapa tenaga kerja potensial yang dapat diberdayakan?

Kesimpulan

1. Bahwa Pinjaman dana PEN terdiri dari dua jenis, pertama: pinjaman program (mis. Bantuan penguatan UMKM, bansos, penguatan pedagang asongan/kecil/kaki lima); kedua: pinjaman kegiatan, pembangunan saranan dan prasarana yang menjadi kewenangan pemerintah daerah.

2. Pemkot Tomohon menitikberatkan pada pinjaman kegiatan, untuk pembangunan infrastruktur.  Lebih menarik karena dirasakan lebih memiliki "nilai" dalam menunjang program PEN (padahal pinjaman program untuk UMKM, pedagang kecil dan masyarakat yang terdampak convid 19 juga sangat PENTING bahkan LEBIH penting dari pada unfrastruktur dalam menunjang program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

3. Legitimasi politik dari Dewan Kota Tomohon sebatas administrasi birokrasi saja, karena tanpa persetujuan dewan. Dalam hal terjadi force major kedepannya, maka pengembalian pinjaman 103 Milyar ini berpotensi masalah.

4. Bahwa pinjaman 103 milyar ini berjangka waktu 8 tahun melewati masa jabatan walikota saat ini. Diperhitungkan Walikota saat ini jika baru mulai membayar pokok, dan biaya pengelolaan pinjaman 0,185% tahun 2023 maka hanya dua tahun anggaran dan enam tahun anggaran dibayarkan oleh walikota selanjutnya (hasil pilkada 2024).

5. Dirasakan penting mendapat perhatian dari LSM dan APH terhadap pelaksanaan  Pinjaman Dana PEN 103 Milyar, baik dari segi proses maupun implementasi kegiatan. Untuk implementasi kegiatan projek maka mulai dari mekanisme lelang hingga tahap pelaksanaan pembangunan. Termasuk asas manfaat proyek terhadap Program Pemulihan Ekonomi Nasional. 

Penulis Artikel : Stevie Tanor