Editorial Sulut News
Wednesday 7 December 2022, Wednesday, December 07, 2022 WIB
Last Updated 2022-12-08T16:07:13Z
Nasional

Ini Perluasan Jenis Pidana Kepada Pelaku Tindak Pidana dalam KUHP yang Baru Saja Disahkan Pemrerintah

Menteri Hukum dan HAM Yosana Laoly


ESN, Jakarta - Dengan disahkannya RUU KUHP menjadi Undang-undang, menjadi titik awal reformasi penyelenggaraan pidana di Indonesia melalui perluasan jenis-jenis pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana dan menjadi moment historis bagi Indonesia karena telah memiliki KUHP sendiri.

 

“RUU KUHP tidak mungkin disetujui 100 persen. Kalau masih ada yang tidak setuju, dipersilakan melayangkan gugatan ke MK,” kata Menteri Hukim dan HAM Yosana Laoly..

 

Yasonna Laoly menjelaskan, terdapat tiga pidana yang diatur, yaitu pidana pokok, pidana tambahan, dan pidana yang bersifat khusus. Menurutnya dalam pidana pokok, RUU KUHP tidak hanya mengatur pidana penjara dan denda saja, tetapi menambahkan pidana penutupan, pidana pengawasan, serta pidana kerja sosial.

 

“Perbedaan mendasar adalah RUU KUHP tidak lagi menempatkan pidana mati sebagai pidana pokok, melainkan pidana khusus yang selalu diancamkan secara alternatif dan dijatuhkan dengan masa percobaan sepuluh tahun,” tutur Yasonna pasca pengesahan RUU KUHP, Selasa (06/12/2022).

 

Selain pidana mati, pidana penjara juga direformasi dengan mengatur pedoman yang berisikan keadaan tertentu agar sedapat mungkin tidak dijatuhkan pidana penjara terhadap pelaku tindak pidana. Keadaan-keadaan tersebut antara lain, jika terdakwa adalah anak, berusia di atas 75 tahun, baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan beberapa keadaan lainnya.

 

“Meskipun demikian, diatur pula ketentuan mengenai pengecualian keadaan-keadaan tertentu itu. Yaitu terhadap pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih, tindak pidana yang diancam dengan pidana minimum khusus, atau tindak pidana yang merugikan masyarakat, serta merugikan perekonomian negara,” katanya.

 

Selanjutnya, pelaku tindak pidana dapat dikenai pidana tambahan berupa pencabutan hak tertentu, perampasan barang, pengumuman putusan hakim, pembayaran ganti rugi, pencabutan izin, dan pemenuhan kewajiban adat setempat.

 

Pelaku tindak pidana dapat pula dijatuhi Tindakan, yaitu perwujudan nyata dari diterapkannya double track system dalam pemidaan Indonesia. Contohnya, RUU KUHP mengatur Tindakan apa yang dapat dijatuhkan bersama pidana pokok dan Tindakan yang dapat dikenakan kepada orang dengan disabilitas mental atau intelektual.

 

Terakhir, perumus RUU KUHP mengatur badan hukum atau korporasi sebagai pihak yang dapat bertanggung jawab dan dipidana. Penjatuhan pidana pokok, pidana tambahan, dan Tindakan dikenakan kepada korporasi dan orang-orang yang terlibat dalam korporasi tersebut, baik pengurus yang memiliki kedudukan fungsional, pemberi perintah, pemegang kendali, hingga pemilik manfaat. (**)


Sumber : Kementrian Hukum dan HAM