Arjuna Putra Aldino |
Sudah ada peraturan tentang standarisasi buku mata pelajaran. Seharusnya itu bisa digunakan sebagai instrumen kontrol dan pengawasan. Tapi nampaknya instrumen tersebut tidak berjalan. Dan didiamkan saja oleh Kemendikbud
ESN, Jakarta - Sebuah gambar yang memperlihatkan
kumpulan soal dari buku pendamping pelajaran yang berjudul Pendidikan Agama
Islam dan Budi Pekerti, menjadi viral di media sosial. Pasalnya, dalam sebuah
soal menyebut nama Pak Ganjar disebut tidak pernah bersyukur bahkan tidak
pernah salat dan berkurban.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra
Aldino meminta Presiden Joko Widodo mengevaluasi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan yang menurutnya telah kecolongan, membiarkan dunia pendidikan
mengalami politisasi.
"Ini tragedi yang menyedihkan di dunia pendidikan
kita. Bukan satu kali ini saja, dulu ada soal ujian sekolah yang sandingkan
nama Gubernur Anies dan Ibu Megawati. Ini politisasi yang parah, tidak layak
terjadi di dunia pendidikan", ucap Ketua Umum DPP GMNI (10/02/2021)
Menurut Arjuna, berulangkali masuknya muatan-muatan
politik dalam buku pelajaran dan soal ujian menunjukkan bahwa kontrol dan
pengawasan terhadap konten/isi pembelajaran yang dilakukan oleh Kemendikbud
sangat lemah.
"Harusnya ada kontrol dan pengawasan dari
Kemendikbud. Sebelum materi itu diajarkan kepada siswa, ada mekanisme
standarisasi untuk menilai buku atau soal ujian layak diberikan kepada siswa
atau tidak. Semua mekanisme ini tidak berjalan. Terus kecolongan", ujar
Arjuna
Arjuna menambahkan berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2016 tentang Buku Pelajaran yang
Digunakan oleh Satuan Pendidikan haruslah disusun berdasarkan standar nasional
pendidikan yang sesuai standar kompetensi yang ingin dicapai oleh mata
pelajaran tersebut. Bukan berisi propaganda politik dan nuansa pencemaran nama
baik.
"Sudah ada peraturan tentang standarisasi buku mata pelajaran. Seharusnya itu bisa digunakan sebagai instrumen kontrol dan pengawasan. Tapi nampaknya instrumen tersebut tidak berjalan. Dan didiamkan saja oleh Kemendikbud", tambah Arjuna
Arjuna menilai buku pelajaran berperan penting dan
strategis dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, sehingga perlu ada
pengawasan yang ketat agar sesuai dengan standar pendidikan nasional.
"Buku pelajaran sifatnya sangat strategis dalam
pembentukan kesadaran dan karakter siswa. Yang disajikan dalam buku pelajaran
bisa menjadi narasi/kebenaran tunggal yang diyakini siswa. Jika buku pelajaran
dipolitisasi, dunia pendidikan jadi corong propaganda politik. Tidak sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional kita", kata Arjuna
Selain itu, menurut Arjuna peristiwa ini tidak layak
terjadi pasalnya bertentangan dengan visi Presiden Jokowi yang ingin menjadikan
dunia pendidikan sebagai proses penanaman dan penguatan karakter. Namun yang
terjadi justru dunia pendidikan dijadikan alat propaganda politik dan
pencemaran nama baik.
"Kan visi pak Jokowi ingin menjadikan dunia
pendidikan sebagai proses penanaman dan penguatan karakter. Namun faktanya,
dunia pendidikan justru dikotori oleh propaganda politik, penuh dengan tendensi
politik dan pencemaran nama baik. Ini bertentangan dengan visi Presiden. Harus
di evaluasi!", tutup Arjuna. (**)